Sabtu, 28 Maret 2015

Cerita Dongeng Anak " Kambing dan Rubah "


Sudah hampir satu jam, si Rubah melompat-lompat di dinding dalam sebuah sumur tua. Air sumur itu dangkal, rubah itu berusaha meminum airnya dan dia terpeleset jatuh ke dalam sumur. Walaupun airnya dangkal tapi si Rubah tidak bisa melompat keluar dari sumur itu. Dindingnya terlalu tinggi untuk ia lompati.
 
Ia beristirahat sejenak, setelah lama berusaha melompat keluar sumur. Lalu dia menengadah ke atas melihat ke atas bibir sumur, ternyata di sana terlihat ada kepala seekor kambing yang sedang melongok melihat ke dalam sumur.
 
"Apakah airnya segar?" tanya si Kambing penasaran. Si Rubah menyadari si Kambing tidak menyadari apa yang terjadi, dia berusaha memanfaatkan hal ini untuk bisa meloloskan diri dari sumur.
 
 "Benar benar segar!" jawab si Rubah. "Turunlah dan coba rasakan sendiri!" Si Kambing sedang kehausan karena sinar matahari yang terik. Dia segera melompat ke dalam sumur. Rubah dengan cepat melompat ke atas punggung kambing dan melompat sekali lagi ke luar sumur.
 
 Si Kambing akhirnya mengerti dia terjebak, dan berteriak memohon pada rubah untuk menariknya keluar. Tapi Rubah itu hanya tertawa.
 
"Lihat dulu sebelum melompat!" cuma itu katanya berbangga hati sambil berlari ke dalam hutan.


Pesan dari cerita ini adalah : pikirkan dahulu akibatnya sebelum berbuat sesuatu.

Cerita Dongeng Anak " Pak Tani dan Keledainya "

Jalan tanah itu berkelok kelok seperti ular, keluar masuk hutan, naik turun bukit. Lalu jalan itu tampak seperti garis putih lurus membelah padang menuruni lembah, dan akhirnya bertemu dengan jalan raya menuju kota. Di jalan itulah berjalan Pak Tani, anaknya, dan seekor keledai. Tak jauh di belakang mereka bertiga, berjalan anak anak yang bernyanyi penuh gembira.
 
Anak anak itu segera menyusul langkah Pak Tani, dan ketika mereka sudah dekat terdengar mereka sedang menertawakannya. Salah seorang anak itu berteriak dengan kasar padanya,"Lihat orang orang dungu itu! Mereka berjalan kaki sedangkan mereka bisa saja naik keledai!" Anak anak itu lalu berlarian dan berlompatan seperti belalang.
 
"Mereka benar, Anakku!" kata Pak Tani. "Kita orang orang bodoh." Dia lalu menaikkan anaknya di atas keledai, lalu melanjutkan perjalanan di jalan yang berdebu terbakar sinar matahari.
Tak berapa lama mereka berpapasan dengan beberapa orang petani.
 
"Lihat!" kata seorang di antara mereka sambil menunjuk keledai dan anak yang menumpanginya. "Itulah yang baru saja kukatakan! Anak muda sekarang tidak peduli pada orangtuanya. Lihat lah si tukang pecut keledai itu enak-enakan naik keledai sedangkan bapaknya harus berjalan kaki!"
 
Ketika para lelaki itu telah lewat, Pak Tani berkata, "Turunlah anakku, sekarang saya yang akan naik keledai."
 
Pak Tani kemudian duduk di punggung keledai dan mereka berjalan lagi menaiki bukit. Kemudian mereka bertemu seorang nenek tua. Dia memegang erat erat syal yang membungkus bahunya yang kurus.
 
"Bagaimana mungkin kamu membiarkan anakmu berlari kelelahan di belakangmu sedangkan kamu naik keledai!" sambil lewat wanita itu mencela Pak Tani. Pak Tani dengan malu lalu mengangkat anaknya naik bersama di atas keledai.  Baru saja mereka berjalan lagi, mereka menyusul beberapa orang lelaki. "Cukup jelas!" tuduh seorang di antara mereka. "Keledai itu pasti bukan punyamu! Kalau punyamu, pasti kamu tidak akan membiarkan binatang itu dinaiki dua orang. Punggungnya bisa patah!"
 
 Sekarang Pak Tani mulai bingung. Dia menurunkan anaknya, lalu mengikat kaki keledai dan lalu menggendong keledai itu di punggungnya. Si keledai melenguh dan meronta ronta tidak nyaman. Ketika mereka melewati sebuah jembatan, keledai itu lepas dari gendongan lalu jatuh tercebur ke dalam sungai. Dengan cepat keledai itu berenang ke pinggir sungai lalu lari cepat-cepat ke padang rumput. Pak Tani mencoba menyenangkan semua orang, tapi dia bahkan dia tidak bisa menyenangkan keledainya.

Pesan dari cerita ini adalah : tidak mudah untuk bisa menyenangkan semua orang. Dengarkan nasihat yang baik yang akan membawa kebaikan untukmu.
 

Jumat, 27 Maret 2015

Cerita Dongeng Anak " Petani dan Burung Bangau "


Matahari menyinari kebun dengan sinarnya yang kekuningan, rumah petani tua yang berwarna kuning tampak lembut seperti terbuat dari mentega. Bayang-bayang pohon menaungi sawah yang padinya sudah berisi bulir- bulir, siap untuk dipanen.
 
Pintu rumah terbuka lebar, dan Pak Tani melangkah keluar. Dia membuka pintu gerbang dan berjalan ke sawah untuk memeriksa jaring yang dia pasang pada malam harinya. Dia ingin menangkap burung-burung yang suka memakan bulir padinya. Betapa terkejutnya dia, ketika dia menemukan burung bangau yang besar terperangkap di jaringnya. Burung itu berteriak-teriak ketika melihat Pak Tani datang.

 "Aku tidak bersalah, Pak Tani yang baik!" teriaknya memohon.
 
"Aku tidak memakan bulir padimu! Aku hanya terbang bersama-sama dengan burung-burung yang lain. Dan sekarang tidak sengaja aku terjerat jaringmu!"
 
"Semua itu mungkin benar," jawab Pak Tani. "Tetapi kamu tertangkap bersama para pencuri! Dan akibatnya kamu harus menanggung kesalahan para pencuri itu!"  Pak Tani berkata bijak,"Kita dikenal karena teman teman kita."

Pesan dari cerita ini adalah : pandai-pandailah memilih teman. Teman yang baik akan membawa kebaikan bagi diri kita, teman yang buruk akan mengakibatkan keburukan bagi diri kita.
 

Cerita Dongeng Anak " Angsa Bertelur Emas "

Orang orang berkerumun di depan toko penjual telur di sebuah pasar di desa. Yang berada di luar ingin maju masuk ke dalam, sedangkan yang di dalam ingin lebih dekat lagi ke depan meja. Mereka datang dari seluruh penjuru negeri karena mendengar ada seekor angsa yang bertelur emas, mereka ingin melihatnya dengan mata kepala sendiri. Dan akhirnya, di depan mereka semua, hal ajaib itu terjadi persis seperti yang mereka dengar. Di atas meja, berkilauan di bawah sinar matahari, tergeletak sebuah telur emas!
Mereka menggenggam erat-erat uang mereka, tangan mereka sampai berkeringat, dan mereka mengacung- acungkan tangannya berebutan ingin membeli telur itu. Tapi si Pedagang, walaupun dia sangat bersemangat, hanya bisa menjual satu telur emas sehari. Yang lain terpaksa menunggu karena si Angsa hanya bisa bertelur satu telur sehari!

Si Pedagang benar-benar tidak puas dengan hal itu, dia ingin segera punya banyak uang. Gagasan yang hebat lalu terlintas di pikirannya. Pedagang yang rakus itu akan membunuh si Angsa! Ia akan mengambil semua telur yang ada di dalam tubuhnya sekaligus. Dia sudah tidak sabar ingin segera cepat kaya. Para pembeli bersorak gembira ketika si Pedagang mengumumkan ide hebatnya itu pada mereka. 

Kemudian dengan hati-hati ia mengeluarkan sebuah pisau tajam dan membelah dada burung itu. Orang-orang menahan nafasnya. Darah si Angsa menetes merah membasahi bulu bulunya yang putih.

"Dia membunuh burungnya!" orang-orang bergumam terpesona. Lalu seorang nenek tua berkata dengan bijak,"Ya, dan dia telah melakukan kesalahan yang besar! Kamu semua akan lihat, angsa itu sekarang hanya seekor burung biasa. Tentu saja karena ia sudah mati."  

Nenek itu berkata benar. Di sana berbaring seekor angsa yang cantik, dadanya terbelah lebar, tapi tak ada sebutir telur pun terletak di dalam tubuhnya. Sekarang angsa itu hanya berguna untuk jadi angsa panggang.

"Dia sudah membunuh angsa yang memberinya telur emas!" seorang petani berkata sedih. Orang-orang pun meninggalkan toko dan berjalan pulang dengan gontai.

Pesan dari cerita ini adalah : jangan rakus! Jangan tamak, loba, dan serakah!

Cerita Dongeng Anak " Anak Penggembala dan Serigala "

Seorang anak gembala selalu menggembalakan domba milik tuannya dekat suatu hutan yang gelap dan tidak jauh dari kampungnya. Karena mulai merasa bosan tinggal di daerah peternakan, dia selalu menghibur dirinya sendiri dengan cara bermain-main dengan anjingnya dan memainkan serulingnya.
Suatu hari ketika dia menggembalakan dombanya di dekat hutan, dia mulai berpikir apa yang harus dilakukannya apabila dia melihat serigala, dia merasa terhibur dengan memikirkan berbagai macam rencana.

Tuannya pernah berkata bahwa apabila dia melihat serigala menyerang kawanan dombanya, dia harus berteriak memanggil bantuan, dan orang-orang sekampung akan datang membantunya. Anak gembala itu berpikir bahwa akan terasa lucu apabila dia pura-pura melihat serigala dan berteriak memanggil orang sekampungnya datang untuk membantunya. Dan anak gembala itu sekarang walaupun tidak melihat seekor serigala pun, dia berpura-pura lari ke arah kampungnya dan berteriak sekeras-kerasnya, "Serigala, serigala!"

Seperti yang dia duga, orang-orang kampung yang mendengarnya berteriak, cepat-cepat meninggalkan pekerjaan mereka dan berlari ke arah anak gembala tersebut untuk membantunya. Tetapi yang mereka temukan adalah anak gembala yang tertawa terbahak-bahak karena berhasil menipu orang-orang sekampung.

Beberapa hari kemudian, anak gembala itu kembali berteriak, "Serigala! serigala!", kembali orang-orang kampung yang berlari datang untuk menolongnya, hanya menemukan anak gembala yang tertawa terbahak-bahak kembali.

Pada suatu sore ketika matahari mulai terbenam, seekor serigala benar-benar datang dan menyambar domba yang digembalakan oleh anak gembala tersebut.

Dalam ketakutannya, anak gembala itu berlari ke arah kampung dan berteriak, "Serigala! serigala!" Tetapi walaupun orang-orang sekampung mendengarnya berteriak, mereka tidak datang untuk membantunya. "Dia tidak akan bisa menipu kita lagi," kata mereka.

Serigala itu akhirnya berhasil menerkam dan memakan banyak domba yang digembalakan oleh sang anak gembala, lalu berlari masuk ke dalam hutan kembali.

Pembohong tidak akan pernah di percayai lagi, walaupun saat itu mereka berkata benar.

Dongeng Anak " Si Kancil Jadi Raja Hutan "


Pada suatu hari, waktu si kancil sedang asik minum di sebuah sungai.. si kancil mendengar suara teriakan ketakutan. Si kancil lalu mencari dari mana arah suara itu. Dan betapa terkejutnya dia, setelah dia melihat ada seekor singa yang sangat besar tengah bersiap memangsa seekor tikus yang sangat lemah tak berdaya. Meski si kancil di liputi perasaan takut yang amat sangat, tapi hati nuraninya mendorong dia untuk membantu si tikus yang sedang di landa masalah. Ahirnya, si kancilpun memberanikan diri untuk mendekati mereka. Dengan lagak sok biasa, dia berusaha mendekat kea rah singa dan tikus

Dengan gaya seolah-olah tak tau apa yang terjadi, si kancil menyapa mereka “Wah.. sedang main apa kalian/ sepertinya seru. Apa aku boleh ikut?”. Tanya si kancil. Melihat kedatangan kancil yang tiba-tiba, singa dan tikus itu menjadi terkejut. “ Wah.. muncul lagi satu pecundang. Kebetulan sekali aku sedang lapar. Berani benar kau dating sendiri mencari celaka”. Kata si singa. Dengan lagak sok berani, si kancil menjawab “halah.. kenapa harus takut? Memang apa yang harus aku takuti? Aku sudah terbiasa melawan bahaya? Semua bisa ku kalahkan. Mulai dari buaya, harimau, bahkan manusia juga sudah pernah ku kalahkan. Aku raja di hutan ini, kau pendatang baru mana tahu?”. Kata si kancil. Si singa terkejut mendengar jawaban si kancil. Timbul rasa penasaran di dalam hatinya atas kebenaran perkataan si kancil. “ Apa benar demikian?” Tanya si singa.
 “ Kalau kau tak percaya, kau bisa tanyakan pada salah satu penasehat ku.. dia penasehat kepercayaan ku”. Jawab si kancil lagi. “Mana? Di mana aku bisa bertanya dengan penasehat mu itu”. Singa semakin penasaran. “ Wah.. kau ini berlagak tak tahu atau memang pura-pura tak tahu? Yang kau genggam itu, dia penasehat kepercayaan ku. Jika sampai ada apa-apa dengan dia, maka aku tak akan mema’afkan orang yang mencelakainya”. Jawab si kancil dengan memasang tampang sok garang. Si singa mulai di liputi rasa ragu, dia mulai terpengaruh cerita si kancil. Apa lagi si singa memang termasuk penghuni baru di hutan itu. Jadi dia memang belum tahu benar tentang segala hal yang ada di hutan itu. “Apa benar kata binatang kecil ini? Apa dia memang raja mu? Dan apa semua ceritanya itu benar?”. Tanya singa kepada tikus.
Menyadari bahwa si kancil hanya berniat menolongnya, si tikuspun faham dan mulai mengikuti siasat si kancil. “ Iya.. benar.. dia adalah raja di hutan ini. Dia pernah mengalahkan banyak hewan yang lebih besar dari mu, bahkan memakanya.. dia sangat di kenal dan di hormati di hutan ini. Jika kau tak percaya, kau bisa Tanya pada hewan-hewan lain yang ada di hutan ini”. kata si tikus. Mendengar jawaban si tikus, hati si singa di liputi sedikit rasa takut. Dia mulai ragu.. tapi rasa gengsinya sebagai singa yang gagah dan tak terkalahkan membuatnya tetap berusaha berani. “ Halah.. aku tak percaya.. kalau semua yang kau katakana itu benar, mana buktinya?”. Tanya si singa pada kancil. Tapi dasar kancil cerdik, kali ini posisinya sebagai kancil menjadi raja hutan membuatnya harus terlihat berwibawa. Maka dia berusaha tetap tenang di hadapan si singa.
“Kau mau minta bukti? Beberapa hari yang lalu, akau juga pernah memakan singa seperti mu karena dia bersikap kurang ajar di hutan ini. Kepalanya masih aku simpan di sebuah lubang di pinggir sungai sebagai peringatan bagi hewan-hewan lain agar tak macam-macam dengan kancil si raja hutan. Jika kau mau bukti, kau bisa ikut aku. Tapi setelah sampai sana kau jangan menyesal, karena semua yang tahu rahasia ku akan ku makan.. “. Kata si kancil. Tapi meski sudah mulai di liputi rasa takut, ke angkuhan si singa memaksanya untuk terus maju. “ Baiklah.. siapa takut. Tapi jika ternyata kau menipu ku, kalian berdua yang akan jadi sarapan ku”. Kata si singa. Mendengar gertakan si singa, si tikus menjadi sedikit hawatir. Tapi kancil mengedipkan mata padanya tanda agar si tikus mau percaya pada semua rencananya.
Ahirnya, kancil, tikus, dan singa berjalan menuju tepi sungai di tengah hutan. Mereka menuju sebuah lubang di pinggir sungai, lubang itu agak dalam dan gelap. Hanya pantulan cahaya matahari yang membuat air yang sangat bening di dalam lubang itu menjadi berkilau bagai cermin. “ Nah sudah sampai.. sekarang kau singa.. tengok sendiri ke dalam lubang itu. Di dalam lubang itu kemarin aku menyimpan kepala singa yang telah aku santap. Rasanya sungguh lezat, dan aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan jika ada singa lain yang bisa aku makan lagi’. Kata si kancil. Dengan perasaan mulai ragu dan takut, singa pun memberanikan diri untuk melihat ke dalam lubang. Rasa takutnya membuatnya tak berani melihat secara jelas. dia hanya berusaha mengintip saja. Tapi betapa terkejutnya dia ketika melihat di dalam lubang itu benar-benar ada kepala singa. Tanpa menunggu aba-aba, singa itu langsung lari terbirit-birit ketakutan. Karena dia tak ingin di makan oleh si kancil seperti singa yang ada di dalam lubang itu.
Melihat hal itu, kancil dan tikus hanya bisa tertawa terbahak-bahak. Mereka puas karena siasat mereka mampu mengelabui si singa yang cukup sombong itu. Sebenarnya, di dalam lubang itu tidak ada apapun selain air yang cukup bening sehingga mampuberfungsi seperti kaca. Karena singa hanya mengintip, dia tak menyadari bahwa kepala singa yang ada di dalam lubang adalah pantulan bayanganya sendiri. Dan sekali lagi, si kancil yang cerdik telah berhasil menyelamatkan temanya. Meski dia harus berpura-pura menjadi raja hutan, bisa jadi si kancil adalah raja hutan yang sebenarnya. Bukan karena kekuatanya, tapi karena kecerdikan dan sifatnya yang suka menolong sesama.
 
 

Cerita Rakyat Jawa Barat " Danau Situ Bagendit "

Pada zaman dahulu kala disebelah utara kota garut ada sebuah desa yang penduduknya kebanyakan adalah petani. Karena tanah di desa itu sangat subur dan tidak pernah kekurangan air, maka sawah-sawah mereka selalu menghasilkan padi yang berlimpah ruah. Namun meski begitu, para penduduk di desa itu tetap miskin kekurangan.

Hari masih sedikit gelap dan embun masih bergayut di dedaunan, namun para penduduk sudah bergegas menuju sawah mereka. Hari ini adalah hari panen. Mereka akan menuai padi yang sudah menguning dan menjualnya kepada seorang tengkulak bernama Nyai Endit.

Nyai Endit adalah orang terkaya di desa itu. Rumahnya mewah, lumbung padinya sangat luas karena harus cukup menampung padi yang dibelinya dari seluruh petani di desa itu. Ya! Seluruh petani. Dan bukan dengan sukarela para petani itu menjual hasil panennya kepada Nyai Endit.Mereka terpaksa menjual semua hasil panennya dengan harga murah kalau tidak ingin cari perkara dengan centeng-centeng suruhan nyai Endit. Lalu jika pasokan padi mereka habis, mereka harus membeli dari nyai Endit dengan harga yang melambung tinggi.

“Wah kapan ya nasib kita berubah?” ujar seorang petani kepada temannya. “Tidak tahan saya hidup seperti ini. Kenapa yah, Tuhan tidak menghukum si lintah darat itu?”

“Sssst, jangan kenceng-kenceng atuh, nanti ada yang denger!” sahut temannya. “Kita mah harus sabar! Nanti juga akan datang pembalasan yang setimpal bagi orang yang suka berbuat aniaya pada orang lain. Kan Tuhan mah tidak pernah tidur!” Sementara iru Nyai Endit sedang memeriksa lumbung padinya.

“Barja!” kata nyai Endit. “Bagaimana? Apakah semua padi sudah dibeli?” kata nyai Endit.
“Beres Nyi!” jawab centeng bernama Barja. “Boleh diperiksa lumbungnya Nyi! Lumbungnya sudah penuh diisi padi, bahkan beberapa masih kita simpan di luar karena sudah tak muat lagi.”

“Ha ha ha ha…! Sebentar lagi mereka akan kehabisan beras dan akan membeli padiku. Aku akan semakin kaya!!! Bagus! Awasi terus para petani itu, jangan sampai mereka menjual hasil panennya ke tempat lain. Beri pelajaran bagi siapa saja yang membangkang!” kata Nyai Endit.
Benar saja, beberapa minggu kemudian para penduduk desa mulai kehabisan bahan makanan bahkan banyak yang sudah mulai menderita kelaparan. Sementara Nyai Endit selalu berpesta pora dengan makanan-makanan mewah di rumahnya.
 “Aduh pak, persediaan beras kita sudah menipis. Sebentar lagi kita terpaksa harus membeli beras ke Nyai Endit. Kata tetangga sebelah harganya sekarang lima kali lipat disbanding saat kita jual dulu. Bagaimana nih pak? Padahal kita juga perlu membeli keperluan yang lain. Ya Tuhan, berilah kami keringanan atas beban yang kami pikul.”
 Begitulah gerutuan para penduduk desa atas kesewenang-wenangan Nyai Endit.
Suatu siang yang panas, dari ujung desa nampak seorang nenek yang berjalan terbungkuk-bungkuk. Dia melewati pemukiman penduduk dengan tatapan penuh iba.
 “Hmm, kasihan para penduduk ini. Mereka menderita hanya karena kelakuan seorang saja. Sepertinya hal ini harus segera diakhiri,” pikir si nenek.
Dia berjalan mendekati seorang penduduk yang sedang menumbuk padi.
“Nyi! Saya numpang tanya,” kata si nenek.
“Ya nek ada apa ya?” jawab Nyi Asih yang sedang menumbuk padi tersebut
“Dimanakah saya bisa menemukan orang yang paling kaya di desa ini?” tanya si nenek
“Oh, maksud nenek rumah Nyi Endit?” kata Nyi Asih. “Sudah dekat nek. Nenek tinggal lurus saja sampai ketemu pertigaan. Lalu nenek belok kiri. Nanti nenek akan lihat rumah yang sangat besar. Itulah rumahnya. Memang nenek ada perlu apa sama Nyi Endit?”
“Saya mau minta sedekah,” kata si nenek.
“Ah percuma saja nenek minta sama dia, ga bakalan dikasih. Kalau nenek lapar, nenek bisa makan di rumah saya, tapi seadanya,” kata Nyi Asih.
“Tidak perlu,” jawab si nenek. “Aku Cuma mau tahu reaksinya kalau ada pengemis yang minta sedekah. O ya, tolong kamu beritahu penduduk yang lain untuk siap-siap mengungsi. Karena sebentar lagi akan ada banjir besar.”
“Nenek bercanda ya?” kata Nyi Asih kaget. “Mana mungkin ada banjir di musim kemarau.”
“Aku tidak bercanda,” kata si nenek.”Aku adalah orang yang akan memberi pelajaran pada Nyi Endit. Maka dari itu segera mengungsilah, bawalah barang berharga milik kalian,” kata si nenek.
Setelah itu si nenek pergi meniggalkan Nyi Asih yang masih bengong.
Sementara itu Nyai Endit sedang menikmati hidangan yang berlimpah, demikian pula para centengnya. Si pengemis tiba di depan rumah Nyai Endit dan langsung dihadang oleh para centeng.
“Hei pengemis tua! Cepat pergi dari sini! Jangan sampai teras rumah ini kotor terinjak kakimu!” bentak centeng.
“Saya mau minta sedekah. Mungkin ada sisa makanan yang bisa saya makan. Sudah tiga hari saya tidak makan,” kata si nenek.
“Apa peduliku,” bentak centeng. “Emangnya aku bapakmu? Kalau mau makan ya beli jangan minta! Sana, cepat pergi sebelum saya seret!”
Tapi si nenek tidak bergeming di tempatnya. “Nyai Endit keluarlah! Aku mau minta sedekah. Nyai Endiiiit…!” teriak si nenek.
Centeng-centeng itu berusaha menyeret si nenek yang terus berteriak-teriak, tapi tidak berhasil.
“Siapa sih yang berteriak-teriak di luar,” ujar Nyai Endit. “Ganggu orang makan saja!”
“Hei…! Siapa kamu nenek tua? Kenapa berteriak-teriak di depan rumah orang?” bentak Nyai Endit.
“Saya Cuma mau minta sedikit makanan karena sudah tiga hari saya tidak makan,” kata nenek.
“Lah..ga makan kok minta sama aku? Tidak ada! Cepat pergi dari sini! Nanti banyak lalat nyium baumu,” kata Nyai Endit.
Si nenek bukannya pergi tapi malah menancapkan tongkatnya ke tanah lalu memandang Nyai Endit dengan penuh kemarahan.
“Hei Endit..! Selama ini Tuhan memberimu rijki berlimpah tapi kau tidak bersyukur. Kau kikir! Sementara penduduk desa kelaparan kau malah menghambur-hamburkan makanan” teriak si nenek berapi-api. “Aku datang kesini sebagai jawaban atas doa para penduduk yang sengsara karena ulahmu! Kini bersiaplah menerima hukumanmu.”
“Ha ha ha … Kau mau menghukumku? Tidak salah nih? Kamu tidak lihat centeng-centengku banyak! Sekali pukul saja, kau pasti mati,” kata Nyai Endit.
“Tidak perlu repot-repot mengusirku,” kata nenek. “Aku akan pergi dari sini jika kau bisa mencabut tongkatku dari tanah.”
“Dasar nenek gila. Apa susahnya nyabut tongkat. Tanpa tenaga pun aku bisa!” kata Nyai Endit sombong.
Lalu hup! Nyai Endit mencoba mencabut tongkat itu dengan satu tangan. Ternyata tongkat itu tidak bergeming. Dia coba dengan dua tangan. Hup hup! Masih tidak bergeming juga.
“Sialan!” kata Nyai Endit. “Centeng! Cabut tongkat itu! Awas kalau sampai tidak tercabut. Gaji kalian aku potong!”
Centeng-centeng itu mencoba mencabut tongkat si nenek, namun meski sudah ditarik oleh tiga orang, tongkat itu tetap tak bergeming.
“Ha ha ha… kalian tidak berhasil?” kata si nenek. “Ternyata tenaga kalian tidak seberapa. Lihat aku akan mencabut tongkat ini.”
Brut! Dengan sekali hentakan, tongkat itu sudah terangkat dari tanah. Byuuuuurrr!!!! Tiba-tiba dari bekas tancapan tongkat si nenek menyembur air yang sangat deras.
“Endit! Inilah hukuman buatmu! Air ini adalah air mata para penduduk yang sengsara karenamu. Kau dan seluruh hartamu akan tenggelam oleh air ini!”
Setelah berkata demikian si nenek tiba-tiba menghilang entah kemana. Tinggal Nyai Endit yang panik melihat air yang meluap dengan deras. Dia berusaha berlari menyelamatkan hartanya, namun air bah lebih cepat menenggelamkannya beserta hartanya.
Di desa itu kini terbentuk sebuah danau kecil yang indah. Orang menamakannya ‘Situ Bagendit’. Situ artinya danau dan Bagendit berasal dari kata Endit. Beberapa orang percaya bahwa kadang-kadang kita bisa melihat lintah sebesar kasur di dasar danau. Katanya itu adalah penjelmaan Nyai Endit yang tidak berhasil kabur dari jebakan air bah.

Amanat :”Jadi orang janganlah kikir, sombong, dan tamak terhadap harta”.

Kamis, 26 Maret 2015

Cerita Rakyat Sumatra Barat " Malin Kundang "


Pada suatu hari, hiduplah sebuah keluarga di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga itu mempunyai seorang anak yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keluarga mereka sangat memprihatinkan, maka ayah malin memutuskan untuk pergi ke negeri seberang.

Besar harapan malin dan ibunya, suatu hari nanti ayahnya pulang dengan membawa uang banyak yang nantinya dapat untuk membeli keperluan sehari-hari. Setelah berbulan-bulan lamanya ternyata ayah malin tidak kunjung datang, dan akhirnya pupuslah harapan Malin Kundang dan ibunya.

Setelah Malin Kundang beranjak dewasa, ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Akhirnya Malin Kundang ikut berlayar bersama dengan seorang nahkoda kapal dagang di kampung halamannya yang sudah sukses.

Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Malin belajar dengan tekun tentang perkapalan pada teman-temannya yang lebih berpengalaman, dan akhirnya dia sangat mahir dalam hal perkapalan.

Banyak pulau sudah dikunjunginya, sampai dengan suatu hari di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.

Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.

Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.

Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tetapi Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. "Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya. Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.

Pesan Cerita : 

"Hormatilah orang tua kita, khususnya ibu kita. Karena beliaulah orang yang telah melahirkan ke dunia. Jangan menyakiti hatinya.

Cerita Rakyat Jawa Barat " Sangkuriang "


Pada jaman dahulu, di Jawa Barat hiduplah seorang putri raja yang bernama Dayang Sumbi. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar berburu di dalam hutan. Setiap berburu, dia selalu ditemani oleh seekor anjing kesayangannya yang bernama Tumang. Tumang sebenarnya adalah titisan dewa, dan juga bapak kandung Sangkuriang, tetapi Sangkuriang tidak tahu hal itu dan ibunya memang sengaja merahasiakannya.
 Pada suatu hari, seperti biasanya Sangkuriang pergi ke hutan untuk berburu. Setelah sesampainya di hutan, Sangkuriang mulai mencari buruan. Dia melihat ada seekor burung yang sedang bertengger di dahan, lalu tanpa berpikir panjang Sangkuriang langsung menembaknya, dan tepat mengenai sasaran. Sangkuriang lalu memerintah Tumang untuk mengejar buruannya tadi, tetapi si Tumang diam saja dan tidak mau mengikuti perintah Sangkuriang. Karena sangat jengkel pada Tumang, maka Sangkuriang lalu mengusir Tumang dan tidak diijinkan pulang ke rumah bersamanya lagi.
Sesampainya di rumah, Sangkuriang menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. Begitu mendengar cerita dari anaknya, Dayang Sumbi sangat marah. Diambilnya sendok nasi, dan dipukulkan ke kepala Sangkuriang. Karena merasa kecewa dengan perlakuan ibunya, maka Sangkuriang memutuskan untuk pergi mengembara, dan meninggalkan rumahnya. 
Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali perbuatannya. Ia berdoa setiap hari, dan meminta agar suatu hari dapat bertemu dengan anaknya kembali. Karena kesungguhan dari doa Dayang Sumbi tersebut, maka Dewa memberinya sebuah hadiah berupa kecantikan abadi dan usia muda selamanya.
Setelah bertahun-tahun lamanya Sangkuriang mengembara, akhirnya ia berniat untuk pulang ke kampung halamannya. Sesampainya di sana, dia sangat terkejut sekali, karena kampung halamannya sudah berubah total. Rasa senang Sangkuriang tersebut bertambah ketika saat di tengah jalan bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik jelita, yang tidak lain adalah Dayang Sumbi. Karena terpesona dengan kecantikan wanita tersebut, maka Sangkuriang langsung melamarnya. Akhirnya lamaran Sangkuriang diterima oleh Dayang Sumbi, dan sepakat akan menikah di waktu dekat. Pada suatu hari, Sangkuriang meminta ijin calon istrinya untuk berburu di hatan. Sebelum berangkat, ia meminta Dayang Sumbi untuk mengencangkan dan merapikan ikat kapalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi, karena pada saat dia merapikan ikat kepala Sangkuriang, Ia melihat ada bekas luka. Bekas luka tersebut mirip dengan bekas luka anaknya. Setelah bertanya kepada Sangkuriang tentang penyebab lukanya itu, Dayang Sumbi bertambah tekejut, karena ternyata benar bahwa calon suaminya tersebut adalah anaknya sendiri.
Dayang Sumbi sangat bingung sekali, karena dia tidak mungkin menikah dengan anaknya sendiri. Setelah Sangkuriang pulang berburu, Dayang Sumbi mencoba berbicara kepada Sangkuriang, supaya Sangkuriang membatalkan rencana pernikahan mereka. Permintaan Dayang Sumbi tersebut tidak disetujui Sangkuriang, dan hanya dianggap angin lalu saja.
Setiap hari Dayang Sumbi berpikir bagaimana cara agar pernikahan mereka tidak pernah terjadi. Setelah berpikir keras, akhirnya Dayang Sumbi menemukan cara terbaik. Dia mengajukan dua buah syarat kepada Sangkuriang. Apabila Sangkuriang dapat memenuhi kedua syarat tersebut, maka Dayang Sumbi mau dijadikan istri, tetapi sebaliknya jika gagal maka pernikahan itu akan dibatalkan. Syarat yang pertama Dayang Sumbi ingin supaya sungai Citarum dibendung. Dan yang kedua adalah, meminta Sangkuriang untuk membuat sampan yang sangat besar untuk menyeberang sungai. Kedua syarat itu harus diselesai sebelum fajar menyingsing.
Sangkuriang menyanggupi kedua permintaan Dayang Sumbi tersebut, dan berjanji akan menyelesaikannya sebelum fajar menyingsing. Dengan kesaktian yang dimilikinya, Sangkuriang lalu mengerahkan teman-temannya dari bangsa jin untuk membantu menyelesaikan tugasnya tersebut. Diam-diam, Dayang Sumbi mengintip hasil kerja dari Sangkuriang. Betapa terkejutnya dia, karena Sangkuriang hampir menyelesaiklan semua syarat yang diberikan Dayang Sumbi sebelum fajar.
Dayang Sumbi lalu meminta bantuan masyarakat sekitar untuk menggelar kain sutera berwarna merah di sebelah timur kota. Ketika melihat warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira kalau hari sudah menjelang pagi. Sangkuriang langsung menghentikan pekerjaannya dan merasa tidak dapat memenuhi syarat yang telah diajukan oleh Dayang Sumbi.
Dengan rasa jengkel dan kecewa, Sangkuriang lalu menjebol bendungan yang telah dibuatnya sendiri. Karena jebolnya bendungan itu, maka terjadilah banjir dan seluruh kota terendam air. Sangkuriang juga menendang sampan besar yang telah dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh tertelungkup, lalu menjadi sebuah gunung yang bernama Tangkuban Perahu
 

Cerita Rakyat Cindelaras

Kerajaan Jenggala dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raden Putra. Ia didampingi oleh seorang permaisuri yang baik hati dan seorang selir yang memiliki sifat iri dan dengki. Raja Putra dan kedua istrinya tadi hidup di dalam istana yang sangat megah dan damai. Hingga suatu hari selir raja merencanakan sesuatu yang buruk pada permaisuri raja. Hal tersebut dilakukan karena selir Raden Putra ingin menjadi permaisuri.

Selir baginda lalu berkomplot dengan seorang tabib istana untuk melaksanakan rencana tersebut. Selir baginda berpura-pura sakit parah. Tabib istana lalu segera dipanggil sang Raja. Setelah memeriksa selir tersebut, sang tabib mengatakan bahwa ada seseorang yang telah menaruh racun dalam minuman tuan putri. "Orang itu tak lain adalah permaisuri Baginda sendiri," kata sang tabib. Baginda menjadi murka mendengar penjelasan tabib istana. Ia segera memerintahkan patih untuk membuang permaisuri ke hutan dan membunuhnya.

Sang Patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke tengah hutan belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuh sang permaisuri. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda. "Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh," kata patih. Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang ditangkapnya. Raja merasa puas ketika sang patih melapor kalau ia sudah membunuh permaisuri.

Setelah beberapa bulan berada di hutan, sang permaisuri melahirkan seorang anak laki-laki. Anak itu diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu hari, ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur ayam. Cindelaras kemudian mengambil telur itu dan bermaksud menetaskannya. Setelah 3 minggu, telur itu menetas menjadi seekor anak ayam yang sangat lucu. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Kian hari anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang gagah dan kuat. Tetapi ada satu yang aneh dari ayam tersebut. Bunyi kokok ayam itu berbeda dengan ayam lainnya. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...", kokok ayam itu

Cindelaras sangat takjub mendengar kokok ayamnya itu dan segera memperlihatkan pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras menceritakan asal usul mengapa mereka sampai berada di hutan. Mendengar cerita ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana dan membeberkan kejahatan selir baginda. Setelah di ijinkan ibundanya, Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil oleh para penyabung ayam. "Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan ayamku," tantangnya. "Baiklah," jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak terkalahkan.

Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat hingga sampai ke Istana. Raden Putra akhirnya pun mendengar berita itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras ke istana. "Hamba menghadap paduka," kata Cindelaras dengan santun. "Anak ini tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan keturunan rakyat jelata," pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras.

Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. "Baiklah aku mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?" Tanya Baginda Raden Putra. Cindelaras segera membungkuk seperti membisikkan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya segera berbunyi. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...," ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra terperanjat mendengar kokok ayam Cindelaras. "Benarkah itu?" Tanya baginda keheranan. "Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah permaisuri Baginda."

Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua peristiwa yang sebenarnya telah terjadi pada permaisuri. "Aku telah melakukan kesalahan," kata Baginda Raden Putra. "Aku akan memberikan hukuman yang setimpal pada selirku," lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra pun di buang ke hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya Setelah itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat berkumpul kembali. Setelah Raden Putra meninggal dunia, Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana.

Cerita Rakyat Jawa Tengah " Timun Mas "

Pada zaman dahulu, hiduplah sepasang suami istri petani. Mereka tinggal di sebuah desa di dekat hutan. Mereka hidup bahagia. Sayangnya mereka belum saja dikaruniai seorang anak pun.

Setiap hari mereka berdoa pada Yang Maha Kuasa. Mereka berdoa agar segera diberi seorang anak. Suatu hari seorang raksasa melewati tempat tinggal mereka. Raksasa itu mendengar doa suami istri itu. Raksasa itu kemudian memberi mereka biji mentimun.

“Tanamlah biji ini. Nanti kau akan mendapatkan seorang anak perempuan,” kata Raksasa. “Terima kasih, Raksasa,” kata suami istri itu. “Tapi ada syaratnya. Pada usia 17 tahun anak itu harus kalian serahkan padaku,” sahut Raksasa. Suami istri itu sangat merindukan seorang anak. Karena itu tanpa berpikir panjang mereka setuju.

Suami istri petani itu kemudian menanam biji-biji mentimun itu. Setiap hari mereka merawat tanaman yang mulai tumbuh itu dengan sebaik mungkin. Berbulan-bulan kemudian tumbuhlah sebuah mentimun berwarna keemasan.

Buah mentimun itu semakin lama semakin besar dan berat. Ketika buah itu masak, mereka memetiknya. Dengan hati-hati mereka memotong buah itu. Betapa terkejutnya mereka, di dalam buah itu mereka menemukan bayi perempuan yang sangat cantik. Suami istri itu sangat bahagia. Mereka memberi nama bayi itu Timun Mas.

Tahun demi tahun berlalu. Timun Mas tumbuh menjadi gadis yang cantik. Kedua orang tuanya sangat bangga padanya. Tapi mereka menjadi sangat takut. Karena pada ulang tahun Timun Mas yang ke-17, sang raksasa datang kembali. Raksasa itu menangih janji untuk mengambil Timun Mas.

Petani itu mencoba tenang. “Tunggulah sebentar. Timun Mas sedang bermain. Istriku akan memanggilnya,” katanya. Petani itu segera menemui anaknya. “Anakkku, ambillah ini,” katanya sambil menyerahkan sebuah kantung kain. “Ini akan menolongmu melawan Raksasa. Sekarang larilah secepat mungkin,” katanya. Maka Timun Mas pun segera melarikan diri.

Suami istri itu sedih atas kepergian Timun Mas. Tapi mereka tidak rela kalau anaknya menjadi santapan Raksasa. Raksasa menunggu cukup lama. Ia menjadi tak sabar. Ia tahu, telah dibohongi suami istri itu. Lalu ia pun menghancurkan pondok petani itu. Lalu ia mengejar Timun Mas ke hutan.

Raksasa segera berlari mengejar Timun Mas. Raksasa semakin dekat. Timun Mas segera mengambil segenggam garam dari kantung kainnya. Lalu garam itu ditaburkan ke arah Raksasa. Tiba-tiba sebuah laut yang luas pun terhampar. Raksasa terpaksa berenang dengan susah payah.

Timun Mas berlari lagi. Tapi kemudian Raksasa hampir berhasil menyusulnya. Timun Mas kembali mengambil benda ajaib dari kantungnya. Ia mengambil segenggam cabai. Cabai itu dilemparnya ke arah raksasa. Seketika pohon dengan ranting dan duri yang tajam memerangkap Raksasa. Raksasa berteriak kesakitan. Sementara Timun Mas berlari menyelamatkan diri.

Tapi Raksasa sungguh kuat. Ia lagi-lagi hampir menangkap Timun Mas. Maka Timun Mas pun mengeluarkan benda ajaib ketiga. Ia menebarkan biji-biji mentimun ajaib. Seketika tumbuhlah kebun mentimun yang sangat luas. Raksasa sangat letih dan kelaparan. Ia pun makan mentimun-mentimun yang segar itu dengan lahap. Karena terlalu banyak makan, Raksasa tertidur.

Timun Mas kembali melarikan diri. Ia berlari sekuat tenaga. Tapi lama kelamaan tenaganya habis. Lebih celaka lagi karena Raksasa terbangun dari tidurnya. Raksasa lagi-lagi hampir menangkapnya. Timun Mas sangat ketakutan. Ia pun melemparkan senjatanya yang terakhir, segenggam terasi udang. Lagi-lagi terjadi keajaiban. Sebuah danau lumpur yang luas terhampar. Raksasa terjerembab ke dalamnya. Tangannya hampir menggapai Timun Mas. Tapi danau lumpur itu menariknya ke dasar. Raksasa panik. Ia tak bisa bernapas, lalu tenggelam.

Timun Mas lega. Ia telah selamat. Timun Mas pun kembali ke rumah orang tuanya. Ayah dan Ibu Timun Mas senang sekali melihat Timun Mas selamat. Mereka menyambutnya. “Terima Kasih, Tuhan. Kau telah menyelamatkan anakku,” kata mereka gembira.

Sejak saat itu Timun Mas dapat hidup tenang bersama orang tuanya. Mereka dapat hidup bahagia tanpa ketakutan lagi.


Cerita Rakyat Sumatra Utara " Danau Toba"

Di sebuah desa yang gersang di Sumatra Utara, tinggallah seorang pemuda yang miskin setiap harinya bekerja sebagai petani. Kemarau panjang menyebabkan seluruh daerah mengalami paceklik.tidak ada tanaman yang bisa tumbuh sehingga pemuda tersebut pergi ke sungai dan mengail ikan untuk menu santapnya setiap hari.sudah begitu lama ia duduk di tepi sungai,tetapi tak seekor ikan pun didapat.terik matahari juga terasa membakar tubuhnya.”mungkin umpanku kali ini tidak enak sehingga tak ada satu pun ikan-ikan di sungai ini mau memakannya”pikirpemuda tersebut. Namun ia tak punya pilihan selain bertahan dan berharap ada ikan,walau kecil yang dapat diperolehnya hari ini.

Menjelang senja barulah kailnya terasa berat,pertanda ada ikan besar yang memakan umpannya.dengan hati riang,diambilnya ikan tersebut untuk dimasukkan kedalam keranjang.”haha!Tidak rugi aku menunggu sejak tadi.akhirnya aku dapat juga seekor ikan yang sangat besar!”waah,baru kali ini aku melihat ada ikan sebesar ini.aku akan berpesta malam ini”kata si pemuda dengan bahagia.

Sesaat sebelum jatuh ke dalam keranjang,ikan tersebut melompat dari pegangan tangan si pemuda dan terjatuh ke tanah.detik berikutnya,tanpa di duga ikan itu menjelma menjadi seorang putri yang cantik jelita.Alamgkah terkejutnya si pemuda melihat hal tersebut.sang putri yang menyadari kekagetan dan ketakutan si pemuda,berkata,”jangan takut, manusia.aku tidak akan menyakitimu. Sesungguhnya aku berhutang budi pada kebaikan mu.aku telah di kutuk dewa.oleh karena kau telah menyentuh ku,aku berubah menjadi manusia seperti mu.mulai saat ini,aku akan mengabdi pada mu.

Akhirnya, si pemuda membawa putri jelmaan ikan tersebut ke rumahnya. Sang putri membantu membereskan rumah, memasak, memcuci dan melakukan pekerjaan rumah lainnya. Karena takut akan anggapan buruk masyarakat, si pemuda bermaksud menikahi putrid ikan untuk di jadikan istrinya. Sang puti pun menjawab,”aku bersedia menjadi istrimu, asalkan kau berjanji untuk tidak mengatakan pada siapa pun, termasuk pada anak kita nanti, tentang asal-usulku. Si pemuda menyanggupi permintaan putri ikan dan tak lama kemudian,mereka berdua menikah.

Dari pernikahan mereka, lahirlah seorang anak laki-laki yang di beri nama samosir. Samosir adalah seorang anak yang kuat, berani,dan besar. Seiring pertumbuhan tubuhnya, selera makan samosir juga berlipat-lipat. Setiap hari ibunya harus memasak nasi dalam jumlah yang banyak.Tentu saja untuk mendapatkan itu semua, si bapak harus bekerja keras.

Pada suatu hari,ayah samosir pulang dalam keadaan letih dan lapar. Sepanjang perjalanan pulang ia terus membayangkan masakan istrinya yang lezat. Segera setelah tiba di rumah, ia langsung menuju kedapur untuk mengambil makan. Betapa terkejutnya ia begitu mendapati piruk nasi kosong.”ibu!!!apa kau tidak memasak nasi hari ini?aku lapar sekali!!”sang suami sangat kesal karena harapannya sepanjang perjalanan pulang tidak sesuai dengan kenyataan.

Bergegas sang istri pun menghapiri si suami,”tadi aku sudah memasak nasi paa.mungkin anak mu yang menghabiskan semunya.tunggu sebentar paa biar aku memasak lagi.”Mendengar penjelasan sang istri marah lah ayah samosir, sambil berteriak  “samosir!! dasar kau anak ikan tak tau diri!kau habiskan semua makanan, tanpa kau ingat bapak mu yang kelelahan dan kelaparan setelah seharian bekerja keras untuk menghidupimu dan ibumu. Mendengar ucapan kasar suaminya, hati putri ikan bagai disayat sembilu. Suaminya telah melanggar janji. Ia telah mengatakan pada anak mereka tentang asal-usul dirinya .dengan berlinangna air mata, dihampirinya samosir yang masih di marahi suaminya.

“Cukup sudah pak, kau telah melanggar janji mu sendiri. Aku akan pergi bersama anakmu.”ibu dan anak itu pun berkemasdan pergi meninggalkan rumah, petani itu pun terteguh, menyesali perbuatannya yang tak bias menahan emosi. Kini dia sendiri, tanpa nak dan istrinyaia kehilangan mereka untuk selama - lamanya hanya karena sepiuk nasi. Berkali-kali petani itu memanggil - manggil istri dan anaknya, tetapi keduanya tak pernah kembali. Tak berapa lama kemudian, muncul mata air yang menyebur dengan deras. Semakin lama air tersebut semakin banyak dan akhirnya menenggelamkan desa. Sekarang orang mengenal desa yang tenggelam itu desa itu dengan sebutan Danau Toba.

Pesan Cerita :

“Bersabarlah dalam menghadapi semua masalah”. “Jangan gegabah dalam bertindak dan berkata”.

Cerita Rakyat Jawa Barat " Lutung Kasarung"

 

Pada jaman dahulu kala di tatar pasundan ada sebuah kerajaan yang pimpin oleh seorang raja yang bijaksana, beliau dikenal sebagai Prabu Tapak Agung.

Prabu Tapa Agung mempunyai dua orang putri cantik yaitu Purbararang dan adiknya Purbasari.

Pada saat mendekati akhir hayatnya Prabu Tapak Agung menunjuk Purbasari, putri bungsunya sebagai pengganti. “Aku sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta,” kata Prabu Tapa.

Purbasari memiliki kakak yang bernama Purbararang. Ia tidak setuju adiknya diangkat menggantikan Ayah mereka. “Aku putri Sulung, seharusnya ayahanda memilih aku sebagai penggantinya,” gerutu Purbararang pada tunangannya yang bernama Indrajaya. Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya mempunyai niat mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk memanterai Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu juga tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi punya alasan untuk mengusir adiknya tersebut. “Orang yang dikutuk seperti dia tidak pantas menjadi seorang Ratu !” ujar Purbararang.

Kemudian ia menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan Purbasari ke hutan. Sesampai di hutan patih tersebut masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk Purbasari. Ia pun menasehati Purbasari, “Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini pasti akan berakhir, Yang Maha Kuasa pasti akan selalu bersama Putri”. “Terima kasih paman”, ujar Purbasari.

Selama di hutan ia mempunyai banyak teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik kepadanya. Diantara hewan tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang misterius. Tetapi kera tersebut yang paling perhatian kepada Purbasari. Lutung kasarung selalu menggembirakan Purbasari dengan mengambilkan bunga –bunga yang indah serta buah-buahan bersama teman-temannya.

Pada saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat yang sepi lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan bahwa Lutung Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung merekah dan terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya mengandung obat yang sangat harum.

Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya untuk mandi di telaga tersebut. “Apa manfaatnya bagiku ?”, pikir Purbasari. Tapi ia mau menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi pada kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi cantik kembali. Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut.

Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu dengan adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak percaya melihat adiknya kembali seperti semula. Purbararang tidak mau kehilangan muka, ia mengajak Purbasari adu panjang rambut. “Siapa yang paling panjang rambutnya dialah yang menang !”, kata Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi karena terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih panjang.

“Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini tunanganku”, kata Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari mulai gelisah dan kebingungan. Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak seakan-akan menenangkan Purbasari. Purbararang tertawa terbahak-bahak, “Jadi monyet itu tunanganmu ?”.

Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban. Lutung Kasarung berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah sangat tampan, lebih dari Indrajaya. Semua terkejut melihat kejadian itu seraya bersorak gembira. Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan kesalahannya selama ini. Ia memohon maaf kepada adiknya dan memohon untuk tidak dihukum. Purbasari yang baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian itu akhirnya mereka semua kembali ke Istana.

Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda idamannya. Pemuda yang ternyata selama ini selalu mendampinginya dihutan dalam wujud seekor lutung.

Cerita Rakyat Tanah Jawa " Keong Mas"


Alkisah pada jaman dahulu kala hiduplah seorang pemuda bernama Galoran. Ia termasuk orang yang disegani karena kekayaan dan pangkat orangtuanya. Namun Galoran sangatlah malas dan boros. Sehari-hari kerjanya hanya menghambur-hamburkan harta orangtuanya, bahkan pada waktu orang tuanya meninggal dunia ia semakin sering berfoya-foya. Karena itu lama kelamaan habislah harta orangtuanya. Walaupun demikian tidak membuat Galoran sadar juga, bahkan waktu dihabiskannya dengan hanya bermalas-malasan dan berjalan-jalan. Iba warga kampung melihatnya. Namun setiap kali ada yang menawarkan pekerjaan kepadanya, Galoran hanya makan dan tidur saja tanpa mau melakukan pekerjaan tersebut. Namun akhirnya galoran dipungut oleh seorang janda berkecukupan untuk dijadikan teman hidupnya. Hal ini membuat Galoran sangat senang ; "Pucuk dicinta ulam pun tiba", demikian pikir Galoran.

Janda tersebut mempunyai seorang anak perempuan yang sangat rajin dan pandai menenun, namanya Jambean. Begitu bagusnya tenunan Jambean sampai dikenal diseluruh dusun tersebut. Namun Galoran sangat membenci anak tirinya itu, karena seringkali Jambean menegurnya karena selalu bermalas-malasan.
Rasa benci Galoran sedemikian dalamnya, sampai tega merencanakan pembunuhan anak tirinya sendiri. Dengan tajam dia berkata pada istrinya : " Hai, Nyai, sungguh beraninya Jambean kepadaku. Beraninya ia menasehati orangtua! Patutkah itu ?" "Sabar, Kak. Jambean tidak bermaksud buruk terhadap kakak" bujuk istrinya itu. "Tahu aku mengapa ia berbuat kasar padaku, agar aku pergi meninggalkan rumah ini !" seru nya lagi sambil melototkan matanya. "Jangan begitu kak, Jambean hanya sekedar mengingatkan agar kakak mau bekerja" demikian usaha sang istri meredakan amarahnya. "Ah .. omong kosong. Pendeknya sekarang engkau harus memilih .. aku atau anakmu !" demikian Galoran mengancam.

Sedih hati ibu Jambean. Sang ibu menangis siang-malam karena bingung hatinya. Ratapnya : " Sampai hati bapakmu menyiksaku jambean. Jambean anakku, mari kemari nak" serunya lirih. "Sebentar mak, tinggal sedikit tenunanku" jawab Jambean. "Nah selesai sudah" serunya lagi. Langsung Jambean mendapatkan ibunya yang tengah bersedih. "Mengapa emak bersedih saja" tanyanya dengan iba. Maka diceritakanlah rencana bapak Jambean yang merencanakan akan membunuh Jambean. Dengan sedih Jambean pun berkata : " Sudahlah mak jangan bersedih, biarlah aku memenuhi keinginan bapak. Yang benar akhirnya akan bahagia mak". "Namun hanya satu pesanku mak, apabila aku sudah dibunuh ayah janganlah mayatku ditanam tapi buang saja ke bendungan" jawabnya lagi. Dengan sangat sedih sang ibu pun mengangguk-angguk. Akhirnya Jambean pun dibunuh oleh ayah tirinya, dan sesuai permintaan Jambean sang ibu membuang mayatnya di bendungan. Dengan ajaib batang tubuh dan kepala Jambean berubah menjadi udang dan siput, atau disebut juga dengan keong dalam bahasa Jawanya.

Tersebutlah di Desa Dadapan dua orang janda bersaudara bernama Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil. Kedua janda itu hidup dengan sangat melarat dan bermata pencaharian mengumpulkan kayu dan daun talas. Suatu hari kedua bersaudara tersebut pergi ke dekat bendungan untuk mencari daun talas. Sangat terpana mereka melihat udang dan siput yang berwarna kuning keemasan. "Alangkah indahnya udang dan siput ini" seru Mbok Rondo Sambega "Lihatlah betapa indahnya warna kulitnya, kuning keemasan. Ingin aku bisa memeliharanya" serunya lagi. "Yah sangat indah, kita bawa saja udang dan keong ini pulang" sahut Mbok Rondo Sembadil. Maka dipungutnya udang dan siput tersebut untuk dibawa pulang. Kemudian udang dan siput tersebut mereka taruh di dalam tempayan tanah liat di dapur. Sejak mereka memelihara udang dan siput emas tersebut kehidupan merekapun berubah. Terutama setiap sehabis pulang bekerja, didapur telah tersedia lauk pauk dan rumah menjadi sangat rapih dan bersih. Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil juga merasa keheranan dengan adanya hal tersebut. Sampai pada suatu hari mereka berencana untuk mencari tahu siapakah gerangan yang melakukan hal tersebut.

Suatu hari mereka seperti biasanya pergi untuk mencari kayu dan daun talas, mereka berpura-pura pergi dan kemudian setelah berjalan agak jauh mereka segera kembali menyelinap ke dapur. Dari dapur terdengar suara gemerisik, kedua bersaudara itu segera mengintip dan melihat seorang gadis cantik keluar dari tempayan tanah liat yang berisi udang dan Keong Emas peliharaan mereka. "tentu dia adalah jelmaan keong dan udang emas itu" bisik Mbok Rondo Sambega kepada Mbok Rondo Sembadil. "Ayo kita tangkap sebelum menjelma kembali menjadi udang dan Keong Emas" bisik Mbok Rondo Sembadil. Dengan perlahan-lahan mereka masuk ke dapur, lalu ditangkapnya gadis yang sedang asik memasak itu. "Ayo ceritakan lekas nak, siapa gerangan kamu itu" desak Mbok Rondo Sambega "Bidadarikah kamu ?" sahutnya lagi. "bukan Mak, saya manusia biasa yang karena dibunuh dan dibuang oleh orang tua saya, maka saya menjelma menjadi udang dan keong" sahut Jambean lirih. "terharu mendengar cerita Jambean kedua bersaudara itu akhirnya mengambil Keong Emas sebagai anak angkat mereka. Sejak itu Keong Emas membantu kedua bersaudara tersebut dengan menenun. Tenunannya sangat indah dan bagus sehingga terkenallah tenunan terebut keseluruh negeri, dan kedua janda bersaudara tersebut menjadi bertambah kaya dari hari kehari.

Sampailah tenunan tersebut di ibu kota kerajaan. Sang raja muda sangat tertarik dengan tenunan buatan Jambean atau Keong Emas tersebut. Akhirnya raja memutuskan untuk meninjau sendiri pembuatan tenunan tersebut dan pergi meninggalkan kerajaan dengan menyamar sebagai saudagar kain. Akhirnya tahulah raja perihal Keong Emas tersebut, dan sangat tertarik oleh kecantikan dan kerajinan Keong Emas. Raja menitahkan kedua bersaudara tersebut untuk membawa Jambean atau Keong Emas untuk masuk ke kerajaan dan meminang si Keong Emas untuk dijadikan permaisurinya. Betapa senang hati kedua janda bersaudara tersebut.

Cerita Rakyat Sumatera ( Riau ) " Bawang Merah dan Bawang Putih "

Jaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian pula ayahnya.

Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya Bawang putih tidak kesepian lagi.

Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.

Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.

Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwasalah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.

“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”

Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Mataharisudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.

“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.

“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.

“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.

Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.

Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.

Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.

Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah.

Aku Hampir Bunuh Diri, Tetapi Buah Hati Membuatku Optimis Meneruskan Hidup

Bagi setiap orang tua, anaklah yang akan menjadi penyemangat dan pemberi warna baru dalam hidupnya. Meskipun terlalu banyak masalah yang sedang dihadapi dimana masalah tersebut hampir membuat putus asa, kepolosan dan ketulusan dari seorang anak bisa menjadi penyemangat baru dan penyelamat untuk orang tua.

Kepolosan dan ketulusan dari seorang anak, rupanya juga telah menyelamatkan nyawa seorang ayah di Provinsi Hainan, Cina. Dilansir dari laman metro.co.uk, seorang pria bernama Rao Ni (39) terlihat ingin bunuh diri dari atas jembatan Lingao Country, Cina. Pria ini diketahui ingin mengakhiri hidupnya dengan melompat dari atas jembatan.
Aksi nekat itu sendiri pertama kali diketahui oleh seorang pejalan kaki yang kebetulan sedang melintas di jembatan yang sama. Melihat hal ini, pejalan kaki tersebut menghubungi polisi setempat dan juga keluarga Rao Ni. Awalnya, pria ini tidak mau turun dan mengatakan akan tetap mengakhiri hidupnya.

Masalah berat nampaknya sedang menimpa Rao Ni dan keluarganya. Pria ini diketahui tidak bisa membayar sewa tempat tinggalnya. Ia adalah pekerja di sebuah situs konstruksi di provinsi Hainan. Namun, setahun terakhir ia tidak mendapatkan upah dari pekerjaannya.
Karena tidak adanya perjanjian tertulis untuk pekerjaannya, Rao Ni dan pekerja lain tidak bisa menuntut upah meskipun ia telah bekerja. Rupanya hal inilah yang membuat pria ini merasa putus asa dan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.

Hingga tibalah istri dan anak Rao Ni yang masih berusia 2 tahun di tempat dimana ia ingin mengakhiri hidupnya. Sang istri mencoba meyakinkan suami untuk tidak meneruskan niatnya mengakhiri hidup. Namun, Rao Ni masih saja tidak mau turun dari atas jembatan. Hingga buah hatinya yang masih berusia 2 tahun akhirnya mendekati sang ayah.
Balita itu terlihat menangis dan memanggil-manggil ayahnya. Dengan berlinang air mata, balita laki-laki 2 tahun tersebut meyakinkan Ayahnya untuk tidak mengakhiri hidupnya. Melihat buah hatinya, akhirnya Rao Ni mau turun dari atas jembatan. Dibantu beberapa polisi yang ada di sana, Rao Ni berhasil turun dan iapun selamat. Setelah turun, dengan penuh kasih sayang Rao Ni memeluk buah hati kecilnya. Ia berjanji akan meneruskan hidupnya bersama keluarga. Meskipun masalah berat tengah menimpanya, ia optimis akan melewatinya bersama buah hati dan istrinya.

Atas peristiwa ini, polisi setempat berjanji akan membantu Rao Ni menyelesaikan masalahnya. Polisi juga berjanji akan mengurus tuntas perusahaan konstruksi yang telah mempekerjakannya dan menuntut upah untuk pria tersebut. Ladies, itulah peran anak dalam sebuah keluarga. Meskipun sedang dilanda putus asa berat, ketika orang tua melihat kembali buah hatinya, tidak ada alasan baginya untuk patah semangat apalagi memilih mengakhiri hidup.

Apapun dan bagaimanapun masalah yang sedang dihadapi, pastikan untuk menjalaninya dengan penuh kesabaran dan perjuangan. Sejatinya, tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan di dunia ini selama kita mau berusaha menyelesaikannya.

Kisah Seorang Anak Yang Membeli Ice Cream

Pada sekitar tahun 1930-an, ada sebuah kisah yang sangat menginspirasi, yaitu kisah seorang anak berumur 10 tahun yang ingin membeli ice cream untuk dirinya. Siang itu, si anak mendatangi sebuah kedai minuman dan langsung duduk di salah satu tempat di dalam kedai itu. Lalu seorang pelayan menghampirinya dan meletakkan gelas air minum di depan si anak.

Hari itu si anak ingin sekali makan ice cream favorite nya yaitu ice cream sundae. Lalu ia bertanya kepada si pelayan tadi “mba, berapa harga satu porsi ice cream sundae?”. Lalu si pelayan dengan cepat menjawab ” harganya 50 sen dik”. Si anak kemudian mulai merogoh kantung celananya dan mengeluarkan semua uang koin yang ada di dalam kantung celananya itu dengan perlahan, dan menghitung uangnya dengan hati-hati. Sepertinya si anak menyadari bahwa uang nya tidak cukup untuk membeli ice cream sundae karena kemudian dia bertanya lagi pada si pelayan “kalau ice cream yang biasa saja harganya berapa mba?”. Pada saat itu sudah banyak pengunjung kedai itu yang sedang menunggu untuk dilayani. Si pelayan menjadi tidak sabar dan menjawab dengan agak kasar pada si anak “harganya 35 sen”, sambil menunjukkan sikap seperti orang yang sedang jengkel dan ingin meninggalkan si anak karena tidak sabar.

Lalu dengan perlahan, si anak kemudian menghitung uang koinnya lagi, dan kemudian berkata pada si pelayan “Ya sudah, saya pesan ice cream yang biasa aja mba”. Lalu si pelayan pergi meninggalkan si anak untuk mengambilkan pesanannya itu. Tidak lama kemudia si pelayanan membawakan ice cream pesanan si anak tadi dan meninggalkan bon di meja si anak, lalu si anak mulai menikmati ice cream yang dia pesan.

Setelah si anak menghabiskan ice cream yang dia beli, lalu dia membayar ice cream tadi di kasir dan langsung pergi dari kedai itu. Ketika si pelayan akan membersihkan meja yang dipakai anak tadi, dia melihat dua koin 5 sen dan 5 koin satu sen yang sengaja diletakkan si anak di samping mangkuk tempat ice creamnya. Inilah alasan kenapa anak itu tidak jadi membeli ice cream sundae seharga 50 sen, karena si anak ingin memberikan uang tip yang layak (15 sen) pada si pelayan. Si pelayan pun kaget atas kebaikan si anak tadi dan mulai menangis karena terharu dan merasa bersalah telah berlaku agak kasar pada si anak.

Kita pasti pernah berlaku seperti si pelayan pada orang lain yang baru kita kenal. Sangat sering kita cepat mengambil kesimpulan dan menghakimi orang lain karena kita melihat sebuah kejadian hanya dari satu sisi saja – hanya dari sudut pandang kita sendiri.  Sesuatu yang kelihatan tidak baik pada satu sisi belum tentu tidak baik pada sisi yang lainnya. Apa yang dilakukan si anak tadi – menghitung uang koinnya dengan perlahan – membuat si pelayan merasa jengkel, ternyata berujung pada niat baik si anak yang ingin memberikan tip pada si pelayan. Dan sayangnya si pelayan terlalu cepat menghakimi dan terlambat menyadari kebaikan si anak.

Sebelum kita mengalami hal yang sama seperti cerita di atas, marilah kita belajar untuk memahami suatu peristiwa dan seseorang dari berbagai sudut pandang, agar kita dapat mengambil tindakan dan mengeluarkan perkataan yang lebih baik yang tidak akan kita sesali di masa yang akan datang. Semoga cerita ini menginsipirasi Anda

Cari Solusi, Bukan Menambah Masalah



Kehidupan pasti tak lepas dari aneka permasalahan. Ada yang berat, banyak pula yang ringan. Ada yang bisa diselesaikan dalam satu dua hari. Tapi sering pula baru terselesaikan berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun lamanya. Dari semua masalah yang berhasil terselesaikan, ada satu kesamaan. Yakni, adanya solusi.

Solusi memang adalah jawaban dari persoalan. Namun sayangnya, ada banyak orang yang bukannya mencari solusi, tetapi menambah masalah. Padahal, semangat mencari solusi inilah yang seharusnya wajib kita kedepankan.

Lantas, bagaimana agar kita cepat mendapatkan solusi atas sebuah masalah? Kuncinya sederhana. Pahami masalah, cari inti persoalan, dan segera konsentrasikan diri untuk menyelesaikannya.

Untuk lebih jelasnya, coba kita simak kisah berikut ini:

Alkisah, suatu waktu ada seorang peternak yang memiliki kawanan domba dan dikandangkan di ladang terbuka. Suatu ketika, salah satu dombanya hilang. Setelah diteliti, ternyata salah satu pagar tempat memelihara domba rusak.

Tetangga sang peternak yang mengetahui hal tersebut, menasihati si pemilik domba untuk memperbaiki pagarnya. Menurutnya, serigala yang biasa memangsa domba bisa dengan mudah masuk dan memakan dombanya.

Mendengar nasihat itu, sang peternak justru terfokus untuk mencari serigala yang mungkin memakan dombanya. Kesana kemari, ia mencari dan mencoba berburu serigala tanpa mengindahkan nasihat tetangganya.

Akibatnya, ketika lengah, dombanya kembali hilang. Barulah ia menyadari, bahwa ada benarnya juga untuk segera memperbaiki kandang daripada berlelah-lelah mencari serigala yang telah merugikannya. Dan, sejak saat ia memperbaiki kandangnya, domba sang peternak tak pernah hilang lagi.

Kisah tersebut bisa jadi refleksi kehidupan kita. Sebab, banyak orang yang bersikap mencari-cari sumber masalah di tempat lain, padahal sejatinya ada persoalan pokok yang lebih penting untuk diatasi. Akibatnya, masalah terus saja terjadi. Bahkan, mungkin meski persoalannya telah teratasi, karena sumber utama belum diperbaiki, bisa jadi akan timbul masalah lainnya.

Mari, pahami masalah yang kita hadapi secara menyeluruh dan mendasar, bukan berdasarkan emosi dan kemarahan belaka. Buka hati, dinginkan kepala. Sehingga, kita bisa melihat segala persoalan dengan kejernihan pikiran.